Selasa, 13 Desember 2011

PESANTREN

MENILIK PENDIDIKAN ala  PESANTREN
[ oleh  : Syaifur Rohman *]
Pendidikan yang di tempuh oleh peserta didik selama 12 tahun sebagai program wajib belajar [ wajar ] agaknya belum mampu memenuhi harapan yang telah menjadi target negara yang dalam kasus ini adalah menteri pendidikan nasional khususnya, dan umumnya bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan yang seharusnya menjadi kawah Candradimuka sebagai tempat menggodok keilmuan setiap peserta didik belum bisa memberikan jawaban atas permasalahan yang terjadi menyangkut dengan kualitas peserta didik. Permasalahan seputar peserta didik seperti tawuran antar sekolah, hamil diluar nikah, hingga pembunuhan yang dilakukan anak dibawah umur seakan sudah menjadi tontonan setiap hari. Kita dapat mengakses semua melalui media masa , baik itu media cetak maupun media elektronik. Yang lebih ironis adalah para pendidik /      guru yang seharusnya menjadi suri tauladan / panutan yang baik malah banyak yang menjadi aktor dibalik kejahatan – kejahatan tersebut. itulah yang menjadi permasalahan besar bagi dunia pendidikan, karena target untuk menjadikan manusia yang berakhlaq  mulia dengan pengetahuan yang mengikuti perkembangan zaman sama sekali belum bisa terrealisasikan. Salah satu yang sering disoroti banyak kalangan adalah aspek penilaian dunia pendidikan yang lebih mengedepankan aspek koqnitif, dan mengkesampingkan aspek – aspek kecerdasan lain yang dimiliki peserta didik seperti aspek afektif dan aspek psikomotor sehingga banyak peserta didik yang berbuat kenakalan - kenakalan didalam maupun diluar sekolah, karena mereka membutuhkan sarana untuk menyalurkan bakat. Dari situ jelas terlihat kelemahan dunia pendidikan kita. Indonesia adalah bangsa besar dengan kekayaan melimpah, baik kekayaan alam maupun kekayaan sejarah. Dalam sejarah berdirinya bangsa ini ada yang mempunyai andil besar ketika mengalahkan para penjajah yaitu dunia pesantren. Banyak yang salah menafsirkan dunia pesantren, menurut mereka pesantren sangat identik sebagai tempat orang – orang yang tertinggal dari pengetahuan modern [ salaf / kuno ] atau ada juga yang hanya mengetahui bahwa didunia pesantren hanya diajari berdo’a dan mengaji, tanpa diajari bekerja. Semua anggapan tersebut memang ada benarnya namun juga tidak sedikit salahnya. Banyak sekali kelebihan yang didapat dari dunia pesantren misalnya dalam dunia pendidikan, Karena hanya di dunia pesantren setiap peserta didik [ santri ] benar – benar digembleng baik dari segi kognitif [ dengan mewajibkan para santri menghafalkan pelajaran – pelajaran], segi afektif [ dengan mengajari mereka bermasyarakat sehingga emosi mereka lebih tertata], segi psikomotorik [ dengan memberikan waktu belajar dilingkungan sekitar, baik itu berupa olahraga maupun olah kanuragan ] dan semua itu disempurnakan dengan aspek spiritual. Hanya dipesantrenlah seorang peserta didik diajari tentang cinta terhadap tanah air [ khubul waton ] dan cinta keberagaman yang merupakan manifestasi dari pelajaran yang mereka peroleh dimadarasah. Meminjam istilah yang digunakan K.H Said Agil Siraj [ ketua PBNU ], “ hanya didunia pesantrenlah para santri diajarkan tentang semangat keagamaan [ rukhuut tadayun ], dan semangat cinta tanah air [ rukhuul watoniyah ]. Selain itu dalam dunia pesantren para santri selalu dipantau oleh sang kyai yang tidak hanya memantau dari segi jasmani namun juga dari segi rohani sehingga mereka benar – benar merasa mempunyai tanggung jawab. Maka tidak salah ketika banyak jebolan – jebolan Pondok Pesantren yang menjadi orang besar di seluruh dunia, kita ambil contoh K.H Abdurrahman Wahid, K.H Said Agil Siraj, Din Syamsudin. Dll, mereka merupakan bukti nyata bahwa pesantren mampu mengemban tugasnya menjadi kawah candradimuka yang menggodok peserta didik menjadi intelektual – intelektual  peradaban. Meminjam istilah yang digunakan oleh Poule Freire bahwa peserta didik harus menjadi intelektual organik, maka hasil pendidikan pesantren akan mengantarkan peserta didik menjadi intelektual organik yang siap menjawab tantangan zaman. Maka sekarang sudah waktunya pendidikan kita bercermin kedunia pesantren, karena sudah saatnya dunia pendidikan kita menjawab tantangan zaman.
*Penulis adalah
salah satu anggota Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat [LP2M] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar